Maanta Juadah: Tradisi Silaturahmi dan Kehormatan dalam Budaya Minangkabau
Foto: Salah satu Foto Juadah dari Korong Toboh Cubadak yang berpartsipasi dalam acara Festival Juadah di Kab. Padang Pariaman bulan Mei 2025 Sumber Foto: https://www.piamanexplore.com/2025/05/mengenali-juadah-tradisi-hantaran-di.html
Oleh: Helma Fitri, S. Hum., M.Hum
Penulis adalah Pamong Budaya Ahli Pertama pada Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat
Di tengah arus modernisasi dan perubahan gaya hidup, masyarakat Minangkabau tetap berpegang teguh pada nilai-nilai adat yang diwariskan secara turun-temurun. Salah satu tradisi yang masih dijunjung tinggi hingga hari ini adalah Maanta Juadah — sebuah praktik budaya mengantarkan makanan kepada kerabat, tetua adat, atau tokoh masyarakat sebagai bentuk silaturahmi, penghormatan, dan ungkapan syukur. Maanta Juadah bukan sekadar kegiatan membawa makanan, tetapi sarat makna sosial dan spiritual yang mencerminkan filosofi hidup masyarakat Minangkabau: adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah. Dalam tradisi ini, makanan menjadi medium yang mempererat hubungan antar keluarga besar, memperkokoh struktur sosial, dan mengekspresikan rasa hormat serta kasih sayang.
Makna dan Filosofi Maanta Juadah
Secara harfiah, maanta berarti mengantar, dan juadah merujuk pada makanan atau hidangan. Dalam konteks budaya, tradisi ini merepresentasikan:
• Penghormatan kepada mamak (paman dari pihak ibu) atau ninik mamak (tetua suku),
• Ungkapan syukur kepada Allah SWT atas limpahan rezeki dan kebahagiaan,
• Silaturahmi antar keluarga, terutama dalam momen seperti Idul Fitri, baralek (pesta adat), atau peristiwa penting lainnya.
Makanan yang diantarkan bukan makanan sembarangan. Masing-masing hidangan memiliki simbolisme tersendiri yang mencerminkan nilai-nilai ketulusan, kesabaran, kebersamaan, dan kemuliaan. Juadah disusun rapi dalam talam atau rantang, sering dihias dengan kain batik atau songket sebagai lambang kehormatan dan keindahan.
Jenis-Jenis Juadah dan Maknanya
Beberapa makanan khas yang biasa dijadikan juadah antara lain:
• Lamang Tapai: simbol keharmonisan hidup, keteguhan hati, dan keseimbangan antara rasa manis dan asam dalam kehidupan.
• Galamai: menyimbolkan ketulusan dan kesabaran karena proses pembuatannya yang lama.
• Rendang: lambang kemuliaan, keberanian, dan kepemimpinan.
• Lapek Bugih: mencerminkan kesederhanaan, kekompakan, dan keteraturan.
• Bika dan kue-kue basah: simbol keramahan dan keberagaman rasa dalam kehidupan sosial.
• Nasi kuning atau nasi sek: lambang kemakmuran dan niat baik.
Daerah-daerah Pelestari Tradisi Maanta Juadah di Sumatera Barat
Meskipun memiliki pola yang sama, masing-masing daerah di Sumatera Barat memiliki kekhasan tersendiri dalam pelaksanaan Maanta Juadah, baik dalam jenis makanan, waktu pelaksanaan, maupun tata cara pengantaran.
1. Kota Padang
Di kawasan seperti Padang Selatan dan Padang Utara, tradisi ini masih lestari terutama saat Lebaran dan baralek. Juadah diantarkan oleh anak kemenakan kepada mamak atau guru mengaji, berupa lamang, rendang, lapek, dan bika, yang kadang disusun dalam rantang bertingkat.
2. Kabupaten Agam
Di daerah Nagari Tiku, Lubuk Basung, dan Maninjau, Maanta Juadah menjadi bagian penting dalam acara adat seperti pengangkatan penghulu. Juadah diantarkan secara berkelompok, mencerminkan kesatuan keluarga dan penghormatan terhadap ninik mamak.
3. Kabupaten Tanah Datar
Sebagai pusat kebudayaan Minangkabau, daerah seperti Batusangkar, Lima Kaum, dan Sungayang masih menjalankan tradisi ini dalam berbagai acara keagamaan dan adat. Juadah diberikan kepada tokoh adat, penghulu, atau guru sebagai bagian dari struktur sosial yang kokoh.
4. Kabupaten Padang Pariaman
Wilayah ini dikenal dengan tradisi baralek gadang. Juadah biasanya berisi nasi kuning lengkap, rendang, lamang, dan galamai, dibungkus daun pisang dan dibawa dalam talam besar dengan tudung saji, kadang diiringi dengan tari pasambahan.
5. Kota Bukittinggi dan Sekitarnya
Daerah seperti Mandiangin Koto Selayan dan Aur Birugo Tigo Baleh menghidupkan tradisi ini dalam suasana kekeluargaan yang kuat, bahkan sampai menyisipkan pesan-pesan doa dalam juadah sebagai bentuk penghubung batin.
6. Solok dan Solok Selata
Maanta Juadah di wilayah ini erat kaitannya dengan pernikahan dan perayaan keagamaan. Pengantaran dilakukan oleh keluarga perempuan ke pihak laki-laki sebagai bentuk penghormatan dan niat baik menjalin ikatan keluarga baru.
Pelestarian di Era Modern
Meski zaman terus berubah, tradisi Maanta Juadah tetap memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat Minangkabau. Bahkan di perantauan, tradisi ini tetap dihidupkan dalam bentuk yang disesuaikan, seperti pengantaran makanan saat pengajian keluarga, halal bi halal, atau baralek perantau. Upaya pelestarian kini juga dilakukan oleh lembaga adat, dinas kebudayaan, dan komunitas budaya. Dalam konteks modern, Maanta Juadah menjadi pengingat bahwa budaya tidak harus kaku, melainkan bisa beradaptasi tanpa kehilangan makna aslinya. Tradisi ini adalah warisan tak ternilai yang memperkuat identitas Minangkabau sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi nilai musyawarah, kekeluargaan, dan penghormatan antar generasi.
Penutup
Tradisi Maanta Juadah bukan hanya tentang makanan, tetapi tentang menghormati, memberi, dan menyambung tali batin. Dalam masyarakat Minangkabau yang menjadikan adat sebagai pilar kehidupan, Maanta Juadah adalah cermin bagaimana nilai-nilai luhur diterjemahkan dalam tindakan nyata yang penuh makna. Melestarikannya berarti menjaga jati diri, bukan hanya untuk hari ini, tetapi juga untuk generasi yang akan datang.