Catatan Perjalanan Cinta Tanah Air Ekspedisi Padang - Solok, Menapak Jejak Pahlawan


02 Januari 2023 11:37:40 WIB

Oleh : Alfa Noranda, SS, MA*

Kurator Koleksi Museum, Fungsional Umum

Saya sungguh beruntung, dapat berpartisipasi dalam Ekspedisi Cinta Tanah Air dengan Rute Padang (Guo-Lubuk Tampuruang) menuju Solok. Awalnya saya menyangka ini adalah rute yang telah fix dan diketahui tapak jalannya, akan tetapi ternyata kegiatan ini masih bersifat rintisan sehingga persentase keberhasilan belum dapat dipastikan. Kegiatan yang Diadakan oleh Kesatuan Bangsa Politik Perlindungan Masyarakat ini berasal dana Pokok Pikiran Anggota Dewan Perwakilan Daerah Sumatera Barat Bapak Evi Yandri dan dilaksanakan oleh Komunitas Pecinta Alam BIAS, untuk peserta berasal dari Mapala Universitas Islam Negeri, Komunitas Lingkungan, dan Komunitas Penelusuran Khusus Sejarah dan Budaya. Saya sendiri dari Komunitas Penelusuran Khusus Sejarah dan Budaya (Kopassus SB). Dengan mengetahui bahwa rute yang dibuat masih berdasarkan punggung Bukit Barisan yang dapat dilalui, saya mengusulkan untuk melakukan perbandingan rute yang dibuat dengan jalur pejalan kaki yang ada pada peta tahun 1885 sehingga dapat mengetahui apakah rute tersebut dapat dilalui atau tidak.

Dari pengolahan peta yang dilakukan menggunakan software google earth dengan memasukan atribut jalur serta titik jalur (TJ) di timpal dengan layer peta tahun 1885, diketahui bahwa usulan jalur yang telah dibuat telah mengikuti rute pejalan kaki yang telah digunakan sejak lama dan didokumentasikan oleh peta pemerintah kolonial, yang juga digunakan pada masa masa selanjutnya untuk usaha perjuangan kemerdekaan oleh para tentara tentara di masa lalu.

Pada hari pertama adalah hari pelepasan perjalanan ekspedisi padang solok, kami dilepas di kantor KAN Pauh IX oleh Kesbangpol Provinsi Sumatera Barat, Walikota Padang serta tokoh Masyarakat. Setelah pelepasan di Kantor KAN Pauh IX kami di antar dengan mobil pickup ke lokasi terjauh yang dapat diakses oleh mobil ke Lubuk Paraku Guo Kecamatan Kuranji dan melanjutkan dengan berjalan kaki ke titik star awal yakni lokasi yang bernama Sarasah Tigo Tingkek dan kami melakukan camp pertama pada tempat tersebut. Peserta pada saat camp ini diberikan pengalaman untuk mendirikan tenda, memasak makanan sendiri berdasarkan pembagian tim yang telah dibagi.

Hari kedua, pagi hari setelah sarapan, kami merapikan tenda serta mempersiapkan diri untuk meneruskan perjalanan, pada hari ini kami dapat melakukan perjalanan hingga mencapai koordinat 0°50'23.00"S 100°28'15.00"T sebagai lokasi camp hari ke ke 2 melewati TJ 8 berjarak 0.50 Km dari titik camp sumua putiah yang direncanakan, medan yang dilalui untuk mencapai camp ini cukup berat karena selain kontur naik turun peserta juga diguyur oleh hujan sepanjang hari, walaupun intensitasnya tidak terlalu berat, kecuali masuk lepas magrib hingga pagi esok harinya hujan tidak berhenti.

Pada hari ke ketiga perjalanan kami melewati perbukitan Nurjida, penamaan bukit ini cukup unik, karena dalam kalangan masyarakat di Kota Padang Bukit Nurjida dikenal dengan banyak cerita, seperti bukit yang sering menyesatkan para pamikek (penangkap burung), adanya penunggu yang dulu memiliki ilmu hitam yang sampai saat ini sering membuat orang yang melalui kehilangan arah dan berhalusinasi serta seorang wanita yang meninggal di sana karena melarikan diri waktu perang dan diperkosa bernama Nurjida. Memang terdapat tanda nisan pada perbukitan tersebut, akan tetapi setelah ditelaah kembali dari sumber tulisan Autobiografi A Manan MS dengan judul Untuk Kalangan Sendiri Nurjida Halaman 129-130 merupakan penamaan yang sedikit bergeser daripada nama sebenarnya yakni Rajidah.

Rajidah merupakan salah satu ketua Keputrian Indonesia yang merupakan bagian dari Organisasi Pemuda Indonesia 1 , pada halaman yang sama dalam autobiografi yang ditulis oleh A Manan MS, Rajidah meninggal sewaktu melakukan perjalanan menyelamatkan diri dengan rombongan Seorang Perwira Keuangan yang akan menjemput Pakaian dan Beras pada 21 Juli 1947 ke Markasnya Batalyon IV Resimen III di Pasar Baru (sekarang bagian kecamatan Pauh) Kota Padang, dimana rombongan tersebut juga terdapat Yakub dan Syafei serta delapan orang lainnya. Rajidah meninggal dan dimakamkan di Bukit Gelanggang Kuau yang pada tahun 1885 dikenal dengan nama Bukit Balang dan sekarang dikenal dengan Bukit Nurjida setelah dihitung 2 (dua) hari Yakub dan Syafei menunggu dan melakukan perjalanan 2 (dua) malam dan pada hari berikutnya Rajidah meninggal antara tanggal 25/26 Juli 1947.

Posisi dari Makam ini terletak antara TJ 13 dan TJ 14 pada jalur Pelaksanaan XPDC tepatnya pada Koordinat 0° 48′ 37″ S 100° 29′ 16″ E di ketinggian 1127,8 mdpl dengan ukuran pinggiran makam sekitar 1 x 2 meter. Pada hari ketiga ini kami camp pada titik 0°48'3.00"S 100°29'15.00"T antara TJ 14 dan TJ 15 lebih jauh 1,5 km dari rencana titik camp kami hari ke-3 di Lingkuang Banda di TJ 13.

Keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan dari Camp 3 menuju Bukik Gadang dan terus melewati Puncak tertinggi ke-2 dalam medan yang kami tempuh hingga sampai pada koordinat 0°47'30.00"S 100°31'12.00"T yang kami jadikan camp hari ke 4 yang posisinya berada menjelang TJ 21 dan jaraknya kurang 0,80 km pada titik Camp yang direncanakan.

Selama perjalanan pada hari keempat ini, saya menemukan hal yang menarik terkhusus antara lokasi camp 3 ke TJ 15, saya melihat batuan andesit yang artificial (dibuat manusia) berserakan dan menonjol pada permukaan tanah, jumlahnya tidak satu dan dua tapi sampai ratusan, ada juga yang bersusun menjadi tangga dan kami gunakan selama lintasan, kondisi tersebut saya rasakan hingga memasuki TJ 17, karena kondisi cuaca selama perjalanan yang diiringi oleh hujan dengan intensitas berat, jadi saya tidak banyak melakukan dokumentasi seperti dibawah;

Batuan artifisial yang ada, tidak hanya berbentuk persegi empat diperkirakan berukuran rata rata panjang 30 - 45 cm, lebar 30 cm dan ketebalan 20 cm namun juga ada yang berbentuk huruf L dengan sudut pahatan sempurna. Dari kondisi yang ditemui pada lintasan ini, saya mengusulkan agar dilakukan survey ulang yang terfokus pada area tersebut, karena ini dikategorikan sebagai adanya potensi arkeologi yang memiliki karakter khusus dan penting bagi masyarakat Kota Padang serta Kabupaten Solok. Potensi Arkeologi ini merupakan Objek Diduga Cagar Budaya, yang diatur dengan regulasi berupa Undang Undang Nomor 11 tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Selama lintasan ini kita juga memasuki area Rimbo Tuo / Hutan Tua, yang mengandung berbagai Flora Langka seperti Bunga Raflesia, Jamur Berpayung, Pohon Kayu Putih serta lainnya yang penulis tidak dapat identifikasi satu persatu. Keesokan harinya, dari Camp 4 kami melanjutkan perjalanan dengan kondisi tingkat kesulitan yang lebih dari pada sebelumnya, kemiringan medan mencapai 80-90 derajat nyaris vertikal, kondisi ini kami lalui dari hingga TJ 23 hingga akhirnya kami memasuki jorong Ujung Ladang Kenagarian Koto Sani X Koto Kabupaten Solok, kami menginap pada sebuah pondok yang jaraknya 30 menit berjalan kaki dari titik penjemputan karena telah melewati magrib dan tim kelelahan. Begitulah sedikit cerita dan informasi yang dapat saya kumpulkan selama Ekspedisi Cinta Tanah Air Padang - Solok. Adapun saran saya di masa mendatang, karena jalur ini, jarang dilalui, sehingga seringkali jalur tersebut menjadi mati atau tidak dapat dilihat lagi, ada baiknya digiatkan bentuk kegiatan secara berkala melalui jalur perjalanan ini, sehingga jalur ini tetap bertahan. Medan yang berat adalah kondisi yang tidak dapat dihindari, ada baiknya juga untuk membuat jalur alternatif sehingga medan ekspedisi tidak menjadi terlalu berat bagi peserta yang tidak berpengalaman untuk berpartisipasi di masa mendatang. Nilai nilai yang terdapat dalam ekspedisi ini adalah Begitu Beratnya para Pejuang dalam mengusahakan kemerdekaan di masa lalu, sehingga Hutan Belantara-pun mereka tempuh demi tercapainya Kemerdekaan. Adapun rekomendasi dalam temuan situs bersejarah dan cagar budaya, perlu ditindaklanjuti dalam bentuk survey dan pendataan ulang terhadap apa yang telah dilihat selama menempuh perjalanan ini yang telah saya informasikan di atas. Akhir kata dari saya “Jalan sejarah mengandung berbagai Sumberdaya berharga yang perlu dilindungi dan dikelola hingga masa tak terbatas demi generasi mendatang yang bahagia dan berjati diri” .